Minggu, 12 Februari 2012

Kejang Demam

Definisi :
Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kalsifikasi
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)
Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
Efek produk toksik daripada mikroorganisme
Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

Epidemiologi
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi  dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin
Anak yang menderita kejang demam mungkin berkembang menjadi penderita epilepsi. Penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative Perinatal Project mengidentifikasi 3 faktor resiko, yaitu :
Adanya riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Terdapat kelainan neurologis sebelum KD pertama
Kejang demam bersifat kompleks (berlangsung lama atau fokal, atau multipel selama 1 hari
Mereka yang memiliki salah satu faktor resiko diatas kemungkinan menjadi epilepsi adalah 2%. Bila terdapat 2 atau lebih kemungkinan menjadi epilepsi adalah 10% . Bila tanpa faktor resiko diatas kemungkinannya adalah 1,6%.
Faktor resiko kejang demam  yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak  mengalami recurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi. Kejang demam diturunkan secara dominant autosomal sederhana. Faktor prenatal dan perinatal berperan dalam kejang demam.
Sebanyak 80 % kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana,dan 20 % nya kejang demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama (> 15 menit), 16 % berulang dalam waktu 24 jam.

Patogenesis
Kenaikan suhu 10 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% -15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak sirkulasi otak bisa mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dewasa yang hanya 15-20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel sehingga terjadi lepas muatan listrik yang dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sebelahnya melalui neurotransmitter dan terjadilah kejang
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat karena aktifitas otot dan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Hal ini akan menyebabkan kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 – 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)

Diagnosa
Anamnesis :
· Demam (suhu > 380)
· Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan etiologi yang menimbulkan kejang demam.
· Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang, antara kejang sadar atau tidak,berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat dan pemeriksaan yang didapat, umur), riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat trauma)
· Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan kelahiran, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi
· Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain di otak yang juga memiliki gejala kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab kejang demam
· Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam.

Pemeriksaan fisik :
· Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah ,nadi, nafas,suhu
· Pemeriksaan sistemik (kulit, kepala, kelenjer getah bening, rambut,mata , telinga, hidung, mulut, tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung, abdomen, alat kelamin, anus, ekstremitas : refilling kapiler, reflek fisiologis dan patologis, tanda rangsangan meningeal)
· Status gizi (TB, BB, Umur, lingkar kepala)

Pemeriksaan laboratorium :
· Darah rutin ,glukosa darah, elektrolit
· Urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik)
· Kultur darah

Pemeriksaan penunjang :
· Lumbal pungsi
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis dan ensefalitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis 0,6-6,7 %. Pada bayi manifestasi meningitis bakterialis tidak jelas karena itu Lumbal Pungsi dianjurkan pada :
1. Bayi < style=”"> : sangat dianjurkan
2. Bayi 12-18 bln : dianjurkan
3. Bayi > 18 bln : tidak rutin

Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1)Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom
2)Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)

· EEG
EEG–>Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
· Pencitraan
Foto X-ray, CT-Scan, MRI dilakukan atas indikasi :
a. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis nervus VI
c. Papiledema


Manifestasi Klinis
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
PENATALAKSANAAN

Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu dikerjakan :
Segera diberikan diezepam intravena –>dosis rata-rata 0,3mg/kg
atau diazepam rektal —————->dosis ? 10 kg = 5mg/kg
Bila diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:
a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah

Penatalaksanaan kejang :
Pemberantasan kejang secepat mungkin(bagan penatalaksanaan kejang)
Pengobatan penunjang : semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung. Penting sekali untuk mengusahakan agar jalan nafas bebas agar oksigenisasi terjamin,kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambahkan dengan pemberian oksigen.
Pemberian obat demam
Asetaminofen 10-15 mg/kgbb/4-5 kali/hari
Ibuprofen 5-10 mg/kgbb/3-4 kali/hari
PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ÂșC)
3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat
4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

Prognosis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal

Resiko yang mungkin terjadi pada anak kejang demam:
a. 30-40% berulang kejang demam
b. Sebagian kecil menjadi epilepsi.
Resiko epilepsi di kemudian hari tergantung faktor:1
a Riwayat epilepsi dalam keluarga
b. Kelainan perkembangan atau saraf sebelum menderita kejang demam.
c. Kejang lama atau kejang fokal


 http://www.referensionline.info/71/kejang-demam.html
Pengaruh Caffein Pada BUMIL PDF Print
   
Pengaruh kafein pada kehamilan tengah diteliti oleh beberapa ilmuwan. Kekhawatiran terhadap perkembangan janin mendorong para wanita hamil berkeinginan kuat untuk mengurangi konsumsi kopi untuk menjaga kehidupan baru yang tumbuh dalam dirinya. Seperti kita tahu, beberapa jenis makanan dan minuman akan menjadi pantangan bagi wanita yang sedang hamil. Salah satu yang tergolong menjadi pantangan adalah kafein yang terkandung dalam kopi, soda, dan mungkin sedikit pada cokelat.

Hasil dari beberpa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi kafein yang terlalu banyak dapat menyebabkan persalinan prematur atau bayi yang lahir memiliki ukuran yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bayi normal. Meskipun demikian, banyak wanita dewasa yang menganggap. Diujikan beberapa perlakuan dengan pembeda jumlah kafein yang dikonsumsi. Hasil yang dapat diumumkan adalah bahwa konsumsi kafein dibawah 300 mg per hari tidak membahayakan kandungan. Namun yang mengkonsumsi kafein di atas 300 miligram per hari memiliki resiko keguguran sedikit lebih tinggi.

Di level atasnya, bila wanita hamil mengkonsumsi lebih dari 500 mg kafein per hari, menyebabkan bayi yang dikandungnya memiliki detak jantung yang lebih cepat dan juga tingkat pernafasan yang lebih cepat. Ada baiknya bagi para wanita yang tengah mengandung untuk mengurangi konsumsi kafein ke level rendah atau bahkan tidak sama-sekali. Dari segi analisis gizi, kafein tidak memiliki nilai gizi. Dampak buruk kafein yang lain adalah menjadi pemicu penyakit maag dan bila konsumsi terlalu banyak juga dapat menyebabkan diuretik yang mana penderita akan mengalami dehidrasi. Bila memang anda sangat menyukai kopi, sebaiknya ketika hamil beralihlah kepada kopi bebas kafein, meskipun tidak 100 persen bersih dari kafein, namun akan sangat membantu pengurangan konsumsi kafein dan menurunkan pengaruh kafein pada kehamilan.

http://ilmukeperawatan.net/index.php/artikel/12-kebidanan/57-caffein.html

Sabtu, 28 Januari 2012

PERAWAT TAK KALAH DENGAN DOKTER

Kompas.com - Kemampuan seorang perawat dalam pemberian terapi pengobatan pada pasien AIDS ternyata tak kalah dengan dokter. Hal tersebut tentu sangat bermanfaat, terutama dalam kondisi keterbatasan tenaga dokter.

Penelitian yang bertajuk "pergeseran tugas" dalam pemeliharaan HIV di Afrika Selatan menunjukkan, secara virtual tidak ada perbedaan hasil akhir pada pasien AIDS yang minum obat di bawah pengawasan perawat ataupun dokter.

Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan saat ini terdapat 33 juta orang di seluruh dunia yang terinfeksi HIV, virus penyebab AIDS. Sementara itu separuh dari total 9,5 juta orang yang butuh obat AIDS tidak bisa mendapatkannya.

Saat ini yang menjadi masalah adalah kurangnya tenaga kesehatan. Karena itu WHO baru-baru ini mengusulkan "pergeseran tugas" dari dokter pada tenaga kesehatan lain.

Untuk melihat apakah hal itu mungkin diterapkan, tim peneliti dari pusat riset internasional untuk AIDS di Afrika Selatan melakukan studi untuk membandingkan dampak perawatan yang dilakukan dokter dengan perawat.

Diketahui 48 persen pasien yang mendapat kan pengawasan dari perawat mengalami kesalahan. Jumlah itu hanya sedikit di bawah kesalahan yang dilakukan dokter, yakni 44 persen. Setelah dua tahun, angka kematian dan juga efek samping obat dari dua kelompok tenaga kesehatan itu tak berbeda.

KOMISI III DUKUNG RUU KEPERAWATAN

Jakarta, dpd.go.id – TERKAIT rencana usul inisiatif DPD RI tahun 2012 tentang RUU Keperawatan, Tim Kerja bidang kesehatan Komite III DPD RI menggelar rapat untuk pembahasan awal mengenai RUU Keperawatan di Ruang Rapat DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (17/01/2012).

Menurut Anggota DPD RI asal NTT, Carolina Nubatonis, RUU Keperawatan sangat penting untuk diwujudkan menimbang bahwa perawat merupakan tulang punggung atau motor dari kesehatan, dan sangatlah wajar jika para perawat juga memiliki payung hukum untuk melindungi hak-hak para perawat, “pantaslah jika DPD mengambil inisiatif untuk membuat RUU tentang keperawatan karena memang sangat manusiawi, sangat relevan dan sangat dibutuhkan,” jelas Carolina.

Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar, (Anggota DPD asal Sulawesi Selatan), mengingatkan perlunya staf ahli untuk membantu dan mendampingi dalam proses terwujudnya usul hak inisiatif RUU Keperawatan, “yang perlu dipikirkan adalah langkah-langkah secara sitematis terprogram yang harus kita lakukan sampai terbentuknya naskah akademik dan naskah RUU versi kita,” tambah Aziz.

Sebagai pemimpin rapat, Syibli Sahabuddin (Anggota DPD asal Sulawesi Barat) menegaskan bahwa RUU inisiatif Komite III sudah merupakan hal yang final, maka untuk rapat selanjutnya diharapkan adanya brainstorming untuk mengangkat isu-isu kesehatan yang akan menjadi acuan sidang pleno pengawasan Komite III yang akan diadakan pada Selasa minggu depan.

Selain memutuskan jadwal rapat selanjutnya untuk penetapan staf ahli dan narasumber, rapat timja juga memutuskan Carolina Nubatonis sebagai koordinator Timja bidang kesehatan.
diambil dari : http://dpd.go.id/2012/01/komite-iii-dukung-usul-inisiatif-ruu-keperawatan/

Sabtu, 22 Oktober 2011

PENTINGNYA INVESTASI DI BIDANG KESEHATAN JIWA


PDF Print E-mail
Tingginya prevalensi masalah kesehatan jiwa (Keswa) di Indonesia, ternyata tidak diikuti oleh tingginya penggunaan layanan Keswa. Sumber daya Keswa di Indonesia juga masih terbatas. Hal ini mengindikasikan belum terpenuhinya kebutuhan (unmet needs) layanan Keswa. Padahal, masalah ini memiliki dampak yang besar terhadap pembiayaan kesehatan secara umum dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk bersama-sama berinvestasi di bidang kesehatan jiwa.
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat menyambut sehkitar 200 peserta Konferensi Nasional Kebijakan Kesehatan Jiwa I dan Konferensi Nasional Psikiatri Komunitas II dengan tema “Investing in Mental Health: Working Together to Meet the Unmet Needs of Mental Health” di Jakarta (07/10).

Individu yang mengalami masalah kesehatan mental membutuhkan layanan Keswa, namun banyak penderita yang tidak menyadarnya. Stigma dan rendahnya pengetahuan tentang Keswa ditengarai merupakan penyebab dari situasi ini. Karena itu, diperlukan suatu model layanan yang efektif, akses yang mudah dan dapat diterima, baik untuk penatalaksanaan maupun untuk pencegahan, serta upaya Komunikasi Edukasi dan Informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

“Peningkatan layanan kesehatan jiwa yang terjangkau dengan akses yang mudah sangat diperlukan. Selain itu, partisipasi Puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan di masyarakat dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa yang terlayani sehingga mengurangi unmet needs kesehatan jiwa”, ujar Menkes.

Pelayanan Keswa di Puskesmas, meliputi skrining rutin kesehatan jiwa pada pasien; psikoedukasi; serta intervensi layanan kesehatan jiwa dasar dan berjenjang (sistim rujukan). Namun, pelayanan di fasilitas kesehatan primer ini memiliki keterbatasan yaitu beban yang besar dengan jumlah tenaga terbatas; ketidakpatuhan terhadap terapi; dan stigma terhadap obat-obat psikotropik; serta kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat kepada penyedia layanan yang cukup besar.

“Layanan Keswa di fasilitas kesehatan dasar tidak akan berhasil keberlangsungannya tanpa ada program pemberdayaan keluarga dan masyarakat termasuk kerja sama lintas sektor”, tegas Menkes.

Unmet needs Keswa dapat dilihat dari hal-hal seperti prevalensi penderita gangguan jiwa yang tidak menerima layanan; penderita menerima layanan namun tidak adekuat, kemudian pasien berhenti berobat ke fasilitas kesehatan sehingga terjadi kekambuhan; dan kebutuhan sosial berdasarkan pandangan pasien.

“Arti need berdasarkan perspektif pasien yang terkait layanan Keswa, meliputi jenis obat yang lebih nyaman, jenis intervensi khusus yang dibutuhkan ataupun fasilitas kesehatan. Selain itu, terdapat pula kebutuhan yang tidak terkait dengan layanan Keswa seperti kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, transportasi, keterampilan kerja dan sebagainya”, jelas Menkes.

Berdasarkan hasil penelitian di 6 negara Eropa, kebutuhan layanan kesehatan jiwa yang tidak terpenuhi di fasilitas kesehatan untuk penderita gangguan depresi mayor (30%); Skizofrenia (40%); Penanggulangan Napza (30%); serta gangguan jiwa secara umum mencapai 48%. Sementara itu, di negara-negara berpenghasilan rendah-menengah (termasuk Indonesia), unmet needs mencapai lebih dari 90%.

Berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kesehatan jiwa yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu Peningkatan pengetahuan kader kesehatan; Peningkatan peran dan kepedulian media massa; Peningkatan peran dan kepedulian LSM; Pemberdayaan Keluarga Pasien Gangguan Jiwa; Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan di puskesmas; Koordinasi lintas sektor melalui TPKJM dan Perpres Penyelenggaraan Terpadu Pembangunan Kesejahteraan Jiwa Masyarakat; Mendukung adanya Desa Siaga Sehat Jiwa; serta Peningkatan peran UKS.

Sasaran investasi terutama adalah pada sumber daya manusia untuk kesehatan jiwa, baik keluarga, masyarakat, juga tenaga kesehatan, agar dapat meningkatkan akses layanan keswa; memberikan pelayanan keswa berkualitas; meningkatkan upaya promosi dan prevensi masalah kesehatan jiwa; dan memberikan perlindungan HAM penderita gangguan jiwa.

Tujuan dari Investasi tersebut adalah untuk menurunkan beban negara (dan masyarakat) dengan meningkatnya produktivitas kerja; menurunnya biaya pengobatan; kualitas hidup dan kesehatan yang lebih baik; meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat tentang kesehatan jiwa; serta dengan menurunnya prevalensi gangguan jiwa.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52960661, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567, atau e-mail kontak@depkes.go.id

HINDARI OBAT TRADISIONAL YANG MENGANDUNG BAHAN KIMIA OBAT (OT-BKO)


PDF Print
Oktober 2011

Bedasarkan hasil pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Indonesia sampai dengan bulan Juli tahun 2011, ditemukan 21 Obat Tradisional dengan Bahan Kimia Obat (OT-BKO), dan 20 diantaranya merupakan obat tradisional yang tidak terdaftar (ilegal).
Demikian disampaikan Kepala BPOM, dra. Kustantinah, Apt., M.App.Sc, didampingi oleh Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen, drs. Ruslan Aspan, Apt., MM, Ketua GP Jamu Indonesia, Charles Saerang, pada Konferensi Pers mengenai Pengawasan OT-BKO, Jakarta (05/10).

“Badan POM secara rutin dan berkesinambungan melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, termasuk kemungkinan dicampurnya obat tradisional dengan bahan kimia obat (OT-BKO)”, ujar Kepala BPOM.

Analisis temuan OT-BKO selama 5 tahun terakhir, mengalami penurunan. Pada tahun 2007 (1,65%); tahun 2008 (1,27%); tahun 2009 (1,06%); tahun 2010 (0,84%); dan tahun 2011, ditemukan 21 item dari 2883 sampel (0,72%).

Kepala BPOM menambahkan, Bahan Kimia Obat (BKO) yang diidentifikasi terkandung dalam obat trasisional (OT) tersebut menunjukkan tren yang berbeda. Pada kurun waktu 2001-2007, tren temuan OT-BKO mengarah pada obat rematik dan penghilang rasa sakit, antara lain obat tradisional yang mengandung bahan obat fenilbutason, metampiron, parasetamol, dan asam mefenamat. Sedangkan pada periode tahun berikutnya hingga kini, perubahan tren mengarah pada obat pelangsing dan obat penambah stamina (aprodisiaka) yang mengandung bahan obat seperti sibutramin, sildenafil, dan taladafil.

”Sebagai tindak lanjut dari temuan ini, dilakukan penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan. Untuk OT yang telah terdaftar dan ditemukan mengandung BKO maka nomor registrasinya akan dicabut. Temuan ini, merupakan tindak pidana. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sejumlah 114 kasus telah diajukan ke pengadilan”, jelas Kepala BPOM.

Untuk melindungi agar masyarakat tidak mengkonsumsi OT-BKO, BPOM mengeluarkan peringatan/public warning. Daftar OT-BKO tersebut adalah Protein-zhi kapsul, Asam Urat Nyeri Tulang cap Gunung Krakatau (serbuk); Buah Naga Kapsul; Dewa-dewi Kapsul; Jamu cap Putri Sakti Penyehat Badan (cair); Jamu Tradisional Jawa Asli Cap Putri Sakti (cair); Kapsul Telat Bulan (Tiaw Keng Poo Sae); Kuat Tahan Lama Surabaya Madura (serbuk); Lebah Mutiara Gatal-gatal (kapsul); Linu Rat Kapsul; MD dan SM Obat Asam Urat Nyeri Tulang/Sendi Cicunguya (kapsul); Obat Kuat dan Tahan Lama Powerman (kapsul); Obat Kuat dan Tahan Lama Super X (kapsul); Pil Anti Sakit Gigi Plus Pak Tani (tablet); Prima Setia Kapsul; Scorpion Kapsul; Siper Kapsul; Tangkur Cobra Laut (kapsul); Tiger Fit Asam Urat Flu Tulang (kapsul); dan Power Up (kapsul).

”BKO yang dicampurkan ke dalam OT, biasanya dosisnya tidak terukur. Jika dikonsumsi secara terus menerus, akan terakumulasi dalam tubuh dan bisa membahayakan kesehatan”, tegas Kepala Badan POM.

Kepala BPOM menyatakan, masyarakat diminta melaporkan kepada BPOM atau Pemda setempat apabila ada dugaan produksi atau peredaran OT secara ilegal kepada Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan POM di Jakarta (021) 4263333 dan (021) 32199000 atau melalui Layanan Informasi Konsumen di balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksilimi: 021- 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) 021-500567, atau e-mail ke kontak@depkes.go.id. (my)

MENKES CANANGKAN GERAKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INVESTASI PEMBANGUNAN KESEHATAN JIWA


PDF Print E-mail
Investasi Sumber Daya Manusia  (SDM)  untuk  kesehatan jiwa merupakan hal penting, karena masalah kesehatan jiwa berdampak terhadap pembiayaan kesehatan, produktivitas kerja, dan  masalah psikososial di masyarakat. Oleh karena itu,  peran serta masyarakat dalam menciptakan iklim yang baik bagi Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) sangat diperlukan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH dalam sambutannya saat mencanangkan Gerakan Pemberdayaan Masyarakat sebagai Investasi Pembangunan Kesehatan Jiwa pada Puncak Acara Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2011 di Bogor, 10 Oktober 2011. Menkes mengatakan, investasi  kesehatan jiwa untuk pembangunan SDM Indonesia harus dimulai dari usia remaja, sebab tantangan yang dihadapi akibat derasnya arus globalisasi memerlukan daya adaptasi kaum remaja yang kuat. Selain itu, transisi menjadi dewasa merupakan tantangan dalam siklus kehidupan manusia, banyak masalah kesehatan jiwa yang muncul pada usia dewasa dimulai sejak remaja. Di antaranya adalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), depresi, bunuh diri, tawuran, dan tindak kekerasan lain di masyarakat.

Menkes melanjutkan, investasi  promosi kesehatan jiwa dan pencegahan terhadap gangguan kejiwaan akan menghasilkan individu dan masyarakat yang dapat beradaptasi terhadap stres dan konflik sehari-hari, meningkatkan daya saing, dan  pada gilirannya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Tujuan investasi sumber daya manusia dalam kesehatan jiwa adalah meningkatnya akses  masyarakat pada layanan kesehatan jiwa yang bermutu, menurunnya prevalensi gangguan jiwa, meningkatnya upaya promosi kesehatan jiwa dan pencegahan masalah kesehatan jiwa, meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat tentang kesehatan jiwa, dan meningkatnya produktivitas kerja, perbaikan derajat kesehatan, kualitas hidup serta perlindungan hak asasi manusia bagi penderita gangguan jiwa, kata Menkes.

Menkes menambahkan, investasi  SDM juga mencakup investasi tenaga kesehatan dan tenaga di masyarakat yang memperkuat upaya kesehatan jiwa untuk meningkatkan akses masyarakat pada layanan yang bermutu dan menurunkan kesenjangan pengobatan atau treatment gap.

“Untuk mengatasi dampak masalah kesehatan jiwa diperlukan partisipasi dan aksi bersama dari berbagai pihak. Pencanangan Gerakan Pemberdayaan Masyarakat sebagai Investasi Pembangunan Kesehatan Jiwa merupakan langkah awal komitmen kita bersama. Langkah selanjutnya akan dilakukan secara bertahap dengan dukungan berbagai pihak”, ujar Menkes.

Menkes berharap di masa mendatang layanan kesehatan jiwa lebih efektif, terjangkau, dan manusiawi.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52960661, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567, atau alamat e-mail info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id