Sabtu, 22 Oktober 2011

PENTINGNYA INVESTASI DI BIDANG KESEHATAN JIWA


PDF Print E-mail
Tingginya prevalensi masalah kesehatan jiwa (Keswa) di Indonesia, ternyata tidak diikuti oleh tingginya penggunaan layanan Keswa. Sumber daya Keswa di Indonesia juga masih terbatas. Hal ini mengindikasikan belum terpenuhinya kebutuhan (unmet needs) layanan Keswa. Padahal, masalah ini memiliki dampak yang besar terhadap pembiayaan kesehatan secara umum dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk bersama-sama berinvestasi di bidang kesehatan jiwa.
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat menyambut sehkitar 200 peserta Konferensi Nasional Kebijakan Kesehatan Jiwa I dan Konferensi Nasional Psikiatri Komunitas II dengan tema “Investing in Mental Health: Working Together to Meet the Unmet Needs of Mental Health” di Jakarta (07/10).

Individu yang mengalami masalah kesehatan mental membutuhkan layanan Keswa, namun banyak penderita yang tidak menyadarnya. Stigma dan rendahnya pengetahuan tentang Keswa ditengarai merupakan penyebab dari situasi ini. Karena itu, diperlukan suatu model layanan yang efektif, akses yang mudah dan dapat diterima, baik untuk penatalaksanaan maupun untuk pencegahan, serta upaya Komunikasi Edukasi dan Informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

“Peningkatan layanan kesehatan jiwa yang terjangkau dengan akses yang mudah sangat diperlukan. Selain itu, partisipasi Puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan di masyarakat dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa yang terlayani sehingga mengurangi unmet needs kesehatan jiwa”, ujar Menkes.

Pelayanan Keswa di Puskesmas, meliputi skrining rutin kesehatan jiwa pada pasien; psikoedukasi; serta intervensi layanan kesehatan jiwa dasar dan berjenjang (sistim rujukan). Namun, pelayanan di fasilitas kesehatan primer ini memiliki keterbatasan yaitu beban yang besar dengan jumlah tenaga terbatas; ketidakpatuhan terhadap terapi; dan stigma terhadap obat-obat psikotropik; serta kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat kepada penyedia layanan yang cukup besar.

“Layanan Keswa di fasilitas kesehatan dasar tidak akan berhasil keberlangsungannya tanpa ada program pemberdayaan keluarga dan masyarakat termasuk kerja sama lintas sektor”, tegas Menkes.

Unmet needs Keswa dapat dilihat dari hal-hal seperti prevalensi penderita gangguan jiwa yang tidak menerima layanan; penderita menerima layanan namun tidak adekuat, kemudian pasien berhenti berobat ke fasilitas kesehatan sehingga terjadi kekambuhan; dan kebutuhan sosial berdasarkan pandangan pasien.

“Arti need berdasarkan perspektif pasien yang terkait layanan Keswa, meliputi jenis obat yang lebih nyaman, jenis intervensi khusus yang dibutuhkan ataupun fasilitas kesehatan. Selain itu, terdapat pula kebutuhan yang tidak terkait dengan layanan Keswa seperti kebutuhan akan pekerjaan, pendidikan, transportasi, keterampilan kerja dan sebagainya”, jelas Menkes.

Berdasarkan hasil penelitian di 6 negara Eropa, kebutuhan layanan kesehatan jiwa yang tidak terpenuhi di fasilitas kesehatan untuk penderita gangguan depresi mayor (30%); Skizofrenia (40%); Penanggulangan Napza (30%); serta gangguan jiwa secara umum mencapai 48%. Sementara itu, di negara-negara berpenghasilan rendah-menengah (termasuk Indonesia), unmet needs mencapai lebih dari 90%.

Berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam kesehatan jiwa yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu Peningkatan pengetahuan kader kesehatan; Peningkatan peran dan kepedulian media massa; Peningkatan peran dan kepedulian LSM; Pemberdayaan Keluarga Pasien Gangguan Jiwa; Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan di puskesmas; Koordinasi lintas sektor melalui TPKJM dan Perpres Penyelenggaraan Terpadu Pembangunan Kesejahteraan Jiwa Masyarakat; Mendukung adanya Desa Siaga Sehat Jiwa; serta Peningkatan peran UKS.

Sasaran investasi terutama adalah pada sumber daya manusia untuk kesehatan jiwa, baik keluarga, masyarakat, juga tenaga kesehatan, agar dapat meningkatkan akses layanan keswa; memberikan pelayanan keswa berkualitas; meningkatkan upaya promosi dan prevensi masalah kesehatan jiwa; dan memberikan perlindungan HAM penderita gangguan jiwa.

Tujuan dari Investasi tersebut adalah untuk menurunkan beban negara (dan masyarakat) dengan meningkatnya produktivitas kerja; menurunnya biaya pengobatan; kualitas hidup dan kesehatan yang lebih baik; meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat tentang kesehatan jiwa; serta dengan menurunnya prevalensi gangguan jiwa.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52960661, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567, atau e-mail kontak@depkes.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar